Minggu, 07 Oktober 2012

DPRD Akan Panggil Pengembang Developer Dituding Tipu Masyarakat Miskin



Keterangan Foto : Tampak Rumah bersubsidi type 28/72 tanpa plapon dan  plester dalam yang dibandrol Rp 55 juta.
WANTARA,Batam
Booking fee dikatakan hangus sudah biasa. Tapi jika uang muka dikatakan hangus itu luar biasa. Permasalahan ini banyak menimpa masyarakat berpenghasilan rendah di Kota Batam, yang dikenal sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas dimana Upah Minimum Kota Batam tahun 2012 hanya dipatok sekitar Rp 1,4 juta per bulan.
Salah satu korban yang mengalami permasalahan di atas adalah pasangan suami istri Domen Manurung dan Rosinta Aruan yang tinggal di Ruli sejak 2008 hingga sekarang. Mereka gagal angkat kredit di PT. BTN (Persero) Cabang Aviari Batu Aji Kota Batam, pada Mei 2010 lalu.

Domen menceritakan kepada WANTARA seputar keinginan mereka membeli dan memiliki sebuah rumah bersubsidi type 28/72 di Blok E Nomor : 017 Perumahan Cluster Dahlia Putra Jaya Residence yang terletak di Tanjung Uncang Batu Aji Batam,
oleh pegembang PT.Trias Jaya Propertindo (TJP Grup PKP) seiring kebijakan Presiden SBY memberikan subsidi kepada masyarakat berpenghasilan rendah.
Kemudian berkomunikasi dengan AAN selaku marketing developer. Dalam pertemuan waktu itu (Mei 2009) sudah diberitahukan terebih dahulu besar gajinya Rp 1, 500,000 per bulan, dan pihak marketing mengatakan, tidak apa-apa bisa dibantu.
Akhirnya pada 22 Mei 2009 booking fee atau uang tanda jadi sebesar Rp 1 juta dibayar, selanjutnya developer mewajibkan pembayaran DP sebesar Rp 3,300,000 dengan cara mencicil.
Pada Mei 2010 pasangan suami istri itu diwawancarai pihak PT.BTN Cabang Aviari Batu Aji, dalam wawancara waktu itu berkasnya dikembalikan dengan alasan nilai nominal gaji yang tertera di slip gaji kurang.
Selanjutnya berkas tersebut dikembalikan ke developer melalui AAN, dimana pada saat itu juga AAN berjanji akan menscaning (mengganti -red) slip gaji baru dan akan diusulkan kembali ke BTN. Namun menurut Domen hari demi hari, bulan demi bulan pihak developer tidak pernah menghubunginya.
Di suatu waktu sekitar tahun 2010, Domen menghubungi AAN lewat telepon selulernya menanyakan kejelasan angkat kredit tersebut dan AAN menjawab, sabar. “Kita kan manusia mempunyai batas kesabaran, kemudian Domen mengatakan, kepada AAN klo memang developer tidak sanggup mempasilitasi akat kredit kembalikan saja uang muka, biarlah aku membeli kapling dan membangun rumah di kapling sebagai tempat tinggal anak istriku,” katanya.
Atas pernyataan Domen itu, kemudian AAN menjawab, “mengenai uang muka sabar dulu, tunggu laku rumah itu”.
Dari 2011 sampai Agustus 2012 angkat kredit makin tidak jelas, uang muka yang dituntut Domen dan keluarga juga belum dikembalikan. Laalu pada 20 Agustus 2012 lalu, Domen mendatangi Kantor Developer dan bertemu dengan Marino bagian colection PT.Trias Jaya Propertindo (TJP Grup PKP) mengatakan, uang muka hangus.
Walaupun Domen sudah menceritakan dengan sesungguhnya bahkan sudah minta tolong kepada developer supaya uang muka dikembalikan karena Ruli yang mereka tempati akan digusur namun developer tidak menggubrisnya.
Kepada WANTARA Domen menjelaskan, bahwa dirinya hanya seorang pekerja harian. “Kalau memang tidak bisa, mengapa developer tidak menolak sebelumnya, Dahulu saya sudah jelaskan gaji saya hanya Rp 1,500,000 kenapa developer mengatakan bisa dan akan dibantu. Jangan permainkan saya, permasalahan ini akan kutuntut sampai tuntas. Rumah bersubsidi untuk siapa? Kan untuk masyarakat berpenghasilan rendah,” protesnya.
Ketika hal ini dikonfirmasi kepada developer PT.Trias Jaya Propertindo di Jln. Raya Engku Putri Batam Centre, Marino selaku bagian collection mengatakan, akan diselesaikan secara hukum. “Kami punya lawyer. Silahkan masukkan ke Koran,” jawabnya sambil menyerahkan foto copi SKJB kepada WANTARA pada (27/8/2012).
Menurut Marino, Rosinta Aruan selaku calon kreditur telah mengundurkan diri karena dua tahun lebih tidak membayar KPR (Pembayaran ke-10 senilai Rp. 49,500 juta), jika mengundurkan diri otomatis uang muka hangus itu sudah diatur dalam SKJB sambil Marino bersungut-sungut melihat tulisan yang tertera dalam SKJB.
Memang jika lihat dari pisik SKJB tersebut ditanda tangani kedua belah pihak, penulisannya tidak standart sulit dibaca kecuali pakai kaca pembesar.
SKJB merupakan surat perjanjian jual beli antara penjual (TJP Grup PKP) dan pembeli (Domen Manurung/Rosinta Aruan) jika dibandingkan dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, surat perjanjian jual beli harus mudah dibaca, dibuat rangkap dua, ditandatangani kedua belah pihak termasuk saksi-saksi di atas meterai (kertas segel). Namun sangat disayangkan TJP Grup PKP perusahaan bonafit di bidang proferti di Kota Batam tidak memberikan poto copi SKJB kepada Domen/Rosinta Aruan.
Ketika Marino dikonfirmasi apakah dalam SKJB tersebut diatur keberadaan uang muka, jika akat kredit ditolak pihak bank? Marino terdiam bahkan dari mimik mukanya nampak bahwa Marino tidak munguasai isi SKJB tersebut.
Tidak terpenuhinya kelengkapan administrasi menyangkut nilai nominal gaji yang tertera dalam slip gaji, Marino mengatakan bahwa pihak developer tidak tau sebelumnya berapa gaji Domen Manurung.
Jika developer mengatakan tidak tau, aneh kedengarannya. Dalam sistim akad kredit, semua persyaratan administrasi calon kreditur yang diminta BTN diserahkan ke developer, selanjutnya developer melakukan verifikasi setelah diverifikasi baru diserahkan ke BTN.
WANTARA tetap mencecar beberapa pertanyaan dan Marino akhirnya mengakui tidak tau awal terjadinya permasalahan menimpa Rosinta Aruan. Hal ini dikarenakan Marino saat itu belum bekerja di PT.TJP grup PKP dan itu terjadi di zaman Aan dan Denika.N,SH. Sekarang menurut Marino Aan telah pindah kerja ke Panbill dan Denika.N,SH telah pindah ke Jakarta, Marino mengaku tidak bisa mengambil kebijakan.
Di tempat terpisah Ganda Tiur Marice, SH Anggota Komisi III DPRD Kota Batam, membidangi pembangunan mengatakan, tidak ada sejarahnya uang muka hangus apalagi disebabkan akat kredit ditolak bank justru pihak developer membantu konsumen, jangan sampai terjadi penolakan, ini berkaitan dengan reputasi dan integritas developer itu sendiri, ini kesalahan pihak developer, tegasnya.
Ketika Ganda Tiur, SH anggota DPRD Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Batam konfirmasi kepada TJP grup PKP melalui telepon seluler, Mela selaku staf TJP menjawab, Rosinta tidak kooperatif bahkan Mela tidak memberikan kesempatan berbicara kepada Ganda Tiur sehingga Ganda Tiur mengkritiknya.
Dalam kesempatan itu, Ganda Tiur juga menyarankan agar masyarakat miskin tidak dipermainkan dan diminta segera diselesaikan secara kekeluargaan, klo tidak PT.TJP grup PKP akan dipanggil ke DPRD Kota Batam.
Kepada WANTARA Aan mengatakan slip gaji Rp 2,000,000 sudah bisa dikabulkan dalam permohonan kredit. AAN juga berkelit mengatakan, developer sudah banyak membantu Rosita, tapi ketika ditanya bentuk bantuannya tidak dapat dijawab. (RP).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar