Penyidik Polresta Bekasi Kabupaten
Diduga Standar Ganda
Bocah 7 tahun Korban
Cabul Tak Diizinkan Didampingi Saat Pemeriksaan.
Rumah Pelaku (LAM),
Lokasi NM dicabuli
WANTARA, Bekasi
NM (7) bocah malang korban perbuatan cabul oknum pegawai Kementerian Keuangan
(Kemenkeu) berinisial LAM, yang dulunya periang, kini berubah pendiam dan takut
bila bertemu dengan orang yang tidak dikenalnya. Tingkah laku NM drastis
berubah sejak mendapat pemeriksaan dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA)
Polresta Bekasi Kabupaten, pada Selasa
(16/4/2012) lalu.
Sumiati ibu
kandung NM kepada WANTARA di Mapolresra Bekasi Kabupaten, menuturkan, dua
penyidik yang memeriksa anaknya tidak memberikan alasan mengapa dirinya tidak
diizinkan mendampingi putrinya saat diperiksa. Meski demikian, ibu bocah malang
itu tetap merelakan putrinya untuk
diperiksa dengan harapan kelak mendapatkan keadilan meski pun khawatir akan
kondisi kejiwaan anaknya tersebut kelak.
Namun apa yang
terjadi? Usai pemeriksaan, raut wajah NM berubah dan selalu ketakutan bila bertemu orang yang
tidak dikenalnya serta bingung, tutur Sumiati. Bukan hanya itu, bocah malang
itu pun katanya kerap melontarkan kalimat tidak mau ditangkap Polisi. “Sejak
saat itu NM takut bertemu dengan orang. Kini setiap orang yang tidak dia kenal dianggapnya
sebagai Polisi yang kelak menangkapnya,” ungkap Sumiati, seperti disampaikan
oleh Sekretaris Jenderal LSM GERAK (Gerakan Rakyat Anti Korupsi) John WS, kepada Redaksi WANTARA, Selasa (5/6) di
Bekasi.
Menurut John
WS, penyidik Unit PPA Polresta Bekasi Kabupaten, tidak profesional dalam
menangani pengaduan korban. Hal itu dapat dibuktikan dari pemeriksaan yang
dilakukan Polisi terhadap NM yang masih berusia berumur 7 tahun tanpa
pendampingan dari orangtua atau pihak keluarga. “Ini sangat bertentangan dengan
norma hukum. Khususnya etika penyidikan. Dan Jika benar terjadi perubahan
piskologis terhadap NM setelah mendapat pemeriksaan, patut diduga telah terjadi
penekanan selama pemeriksaan berlangsung.
Apalagi pemeriksaan dilakukan dalam ruangan tertutup,” tegasnya.
Atas
pengaduan Sumiati, kata John, Tim Ivestigasi LSM GERAK menemukan indikasi bahwa
Polresta Bekasi Kabupaten, posisi standar ganda dalam menangani kasus ini. Sehingga
penangan pengaduan oleh pihak korban (Laporan Pengaduan Nomor
: LP/378/K/IV/2012/SPK/Resta Bekasi, 16 April 2012) tak diseriusi secara
maksimal. Bahkan penyidik diduga sengaja
melakukan pengaburan perkara ini dengan cara mencantumkan alamat Tempat
Kejadian Perkara (TKP) yang berbeda dari fakta yang sebenarnya di lapangan
sebagaimana dilaporkan.
Demikian halnya alamat pelapor yang dicantumkan
pihak penyidik hanya berdasarkan alamat dalam KTP tanpa mengikutsertakan
(menulis) tempat tinggal yang sesungguhnya. Anehnya, tempat tinggal NM (korban) dan Pelaku
berinisial LAM, juga tidak dicantumkan.
Uraian singkat kronologis kejadian serta pasal yang disangakahkan juga diduga menyimpang.
Penyimpangan
dimaksud kata John juga dapat diteliti dari pasal yang diuraikan pihak
kepolisian yang menerima laporan menempatkan pasal : PABUL (perbuatan cabul -
red) Pasal 80 UURI No. 23 Th 2002 Tentang Perlindungan Anak. Menurut Sekjen LSM
GERAK, John WS, pasal tersebut tidak memuat unsur perbuatan cabul (PABUL- versi
Polisi-red). “Pasal itu hanya perbuatan kekerasan terhadap anak. Sementara
korban NM sebagaimana yang diterangkan para saksi (termasuk istri terduga
pelaku) menyatakan, pelaku LAM meniduri korban
(NM 7 Tahun).
John WS juga mempertanyakan perkataan Kanit
PPA Iptu Endang S kepada salah satu pengurus LSM GERAK mendampingi keluarga korban,
yang melontarkan, “saya tidak takut terhadap siapa pun. Bersyukurlah ibu sudah dibantu. Kenapa ibu lapor ke LSM. Nanti
ibu dimanfaatin dan uang ibu diporotin. Tidak usah bawa-bawa LSM,” kilahnya.
Ketika Kanit
PPA Iptu Endang S dikonfirmasi soal pemeriksaan terhadap korab NM (7 Tahun) dilakukan
tanpa pendamping dijawab, “hal itu merupakan konseling pribadi. Sedangkan perbedaan lokasi TKP merupakan
tanggung jawab Unit Sentra Pelayanan Kepolisian”.
Nasib kelanjutan kasus ini kata John
WS sangat diragukan. Hal itu terkait dengan posisi pelaku yang bekerja di
Kemenkeu. Sementara pihak korban hanya anak seorang sopir angkutan umum di
Bekasi. Karenanya kata John menambahkan, pihaknya akan membawakan kasus ini kepada
Pimpinan Polri Jenderal Timor Pradopo
dan Komisi Perlindungan Anak, serta Komisi III DPR-RI. (Ramli).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar