Karawang Kota Bersejarah
Menjadi Pariwisata Domestik
Candi Jiwa diKabupaten Karawang
>>>>> R.Imam
Saprugin,SH
WN-KARAWANG
Karawang adalah suatu daerah
sejarah yang melegenda,yang pantas mendapat perhatian baik dari pemerintah RI
maupun dari manca Negara,pasalnya banyak sekali sejarah yang sangat perlu
diketahui masyarakat layak, khususnya masyarakat karawang.
Adapun sejarahnya seperti ditahun
16 masehi,tentang penyebaran agama islam dimasa syeh Qurotula’in(syeh quro red)
yang makamnya dikampung pulo bata kecamatan Lemahabang Wadas Kabupaten
Karawang,sebelum Wali songo lahir dan menyebarkan agama islam di Indonesia yang
khususnya ditatar Pulau jawa,ada lagi
yang perlu diketahui bahwa dikarawang telah ditemukan Candi yang dinamai Candi
jiwa,penemuan tersebut pada tahun 1997 yang pada awalnya diketahui oleh petani
dari masyarakat setempat yang waktu itu melakukan pembajakan atau mencangkul
disawah dan ahirnya petani itu melaporkan temuannya kepada aparat pamong
setempat,selanjutnya diketahui oleh pemerintah Muspida karawang dan juga
diketahui Publik.
Kompleks
Percandian Batujaya adalah sebuah suatu kompleks sisa-sisa percandian Buddha kuno yang terletak
di Kecamatan Batujaya dan Kecamatan Pakisjaya, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Situs ini
disebut percandian karena terdiri dari sekumpulan candi yang tersebar di
beberapa titik.Situs Batujaya secara administratif terletak di dua wilayah
desa, yaitu Desa Segaran Kecamatan Batujaya dan Desa Telagajaya Kecamatan Pakisjaya di Kabupaten
Karawang, Jawa
Barat. Luas situs Batujaya ini diperkirakan sekitar lima km2. Situs ini
terletak di tengah-tengah daerah persawahan dan sebagian
di dekat permukiman penduduk dan tidak berada jauh dari garis pantai utara Jawa
Barat (Ujung Karawang Red). Kecamatan
Batujaya kurang
lebih terletak enam kilometer dari pesisir utara dan sekitar 500 meter di utara
Ci Tarum. Keberadaan
sungai ini memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap keadaan situs sekarang
karen tanah di daerah ini tidak pernah kering sepanjang tahun, baik pada musim kemarau atau pun pada musim hujan.
Lokasi percandian ini jika ditempuh
menggunakan kendaraan sendiri dan datang dari Jakarta, dapat dicapai
dengan mengambil jalan tol Cikampek. Keluar di
gerbang tol Karawang Barat dan mengambil jurusan Rengasdengklok. Selanjutnya
mengambil jalan ke arah Batujaya di suatu persimpangan. Walaupun jika ditarik
garis lurus hanya berjarak sekitar 50 km dari Jakarta, waktu tempuh dapat
mencapai tiga jam
karena kondisi jalan yang ada.Situs Batujaya terletak di lokasi yang
relatif berdekatan dengan Situs Cibuaya (sekitar 15km
di arah timur laut) yang merupakan peninggalan bangunan Hindu dan situs temuan
pra-Hindu "kebudayaan
Buni" yang diperkirakan berasal dari masa abad pertama
Masehi. Kenyataan ini seakan-akan mendukung tulisan Fa Hsien yang
menyatakan: "Di Ye-po-ti (Taruma, maksudnya Kerajaan Taruma) jarang
ditemukan penganut Buddhisme, tetapi banyak
dijumpai brahmana dan orang-orang beragama kotor".Lokasi candi ini dahulu
merupakan danau dan candi dibangun di tepi danau. Danau ini terbentuk akibat
beralihnya sungai Citaruum dari arah Utara ke Barat Laut . Hal ini juga di
tandakan dengan nama desa yang ada yaitu Segaran yang berarti Laut atau badan
air seperi danau dalam bahasa Sangsekerta dan Telaga Jaya.
Situs Batujaya pertama kali diteliti
oleh tim arkeologi Fakultas
Sastra Universitas
Indonesia (sekarang disebut Fakultas Ilmu Budaya UI) pada tahun 1984 berdasarkan
laporan adanya penemuan benda-benda purbakala di sekitar gundukan-gundukan
tanah di tengah-tengah sawah. Gundukan-gundukan ini oleh penduduk setempat
disebut sebagai onur atau unur dan dikeramatkan oleh warga
sekitar. Semenjak awal penelitian dari tahun 1992 sampai dengan
tahun 2006 telah
ditemukan 31 tapak situs sisa-sisa bangunan. Penamaan tapak-tapak itu mengikuti
nama desa tempat suatu tapak berlokasi, seperti Segaran 1, Segaran 2,
Telagajaya 1, dan seterusnya Sampai pada penelitian tahun 2000 baru 11 buah
candi yang diteliti (ekskavasi) dan sampai saat ini masih banyak pertanyaan
yang belum terungkap secara pasti mengenai kronologi, sifat keagamaan, bentuk,
dan pola percandiannya. Meskipun begitu, dua candi di Situs Batujaya (Batujaya
1 atau Candi Jiwa, dan Batujaa 5 atau Candi Blandongan) telah dipugar dan
sedang dipugar.
Ekskavasi dan penelitian dilaksanakan
oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan
Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) dan dibantu oleh EFEO (École Français d’Extrême-Orient) dan
dukungan dana dari Ford Motor Company digunakan untuk
kegiatan kajian situs ini.Dari segi kualitas, candi di situs Batujaya tidaklah
utuh secara umum sebagaimana layaknya sebagian besar bangunan candi.
Bangunan-bangunan candi tersebut ditemukan hanya di bagian kaki atau dasar
bangunan, kecuali sisa bangunan di situs Candi Blandongan.
Candi-candi yang sebagian besar masih
berada di dalam tanah berbentuk gundukan bukit (juga disebut sebagai unur
dalam bahasa Sunda dan Jawa). Ternyata
candi-candi ini tidak memperlihatkan ukuran atau ketinggian bangunan yang
sama.Candi yang ditemukan di situs ini seperti candi Jiwa, struktur bagian
atasnya menunjukkan bentuk seperti bunga padma (bunga teratai). Pada bagian
tengahnya terdapat denah struktur melingkar yang sepertinya adalah bekas stupa atau lapik
patung Buddha. Pada candi ini tidak ditemukan tangga, sehingga wujudnya mirip
dengan stupa atau arca Buddha di atas bunga teratai yang sedang berbunga mekar
dan terapung di atas air. Bentuk seperti ini adalah unik dan belum pernah
ditemukan di Indonesia,Bangunan candi
Jiwa tidak terbuat dari batu, namun dari lempengan-lempengan batu bata.
Menurut keterangan penduduk setempat
kata jiwa berasal dari sifat unur (gundukan tanah yang mengandung candi) yang
dianggap mempunyai "jiwa". Karena beberapa kali kambing diikat diatasnya mati. Sehingga tidak
ada hubungan dengan Dewa Syiwa.Kata "jiwa" sangat dekat dengan nama
salahsatu nama dewa dalam agaman Hindu yaitu Dewa Syiwa. Perubahan dari"syiwa"
menjadi "jiwa" bisa terjadi karena perjalanan waktu, atau karena
aksen Sunda. Barangkali kedekatan kata syiwa dan jiwa bisa dijadikan salah satu
objek penelitian meskipun agak aneh jika data yang telah didapat bahwa candi
Jiwa lebih kepada Budha daripada Hindu. Di Budha tidak ada dewa Syiwa.
Berdasarkan analisis radiometri carbon 14 pada
artefak-artefak peninggalan dicandi Blandongan, salah satu
situs percandian Batujaya, diketahui bahwa kronologi paling tua berasal dari
abad ke-2 Masehi dan yang paling muda berasal dari abad
ke-12.Di samping pertanggalan absolut di atas ini, pertanggalan relatif
berdasarkan bentuk paleografi tulisan
beberapa prasasti yang ditemukan di situs ini dan cara analogi dan tipologi
temuan-temuan arkeologi lainnya seperti keramik Cina, gerabah, votive tablet,Lepa (pleister),
hiasan dan arca-arca stucco dan bangunan bata banyak membantu.dari hal ini Muspida karawang
khususnya dan Pemerintah RI Umumnya,terutama dinas Pariwisata dan Budaya agar
lebih melestarikan dan merawat serta
mamperhatikan Peninggalan bersejarah ini layaknya terhadap Candi-candi yang
lain seperti Candi Borobudur dan Prambanan yang diwilayah Jawa tengah karena
Candi Jiwa juga sangat memiliki Nilai Sejarah dan salah satu Aset Purbakala
yang perlu dijaga Kelestariannya agar menjadi Budaya bangsa di NKRI ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar