Rabu, 10 April 2013

Sejumlah Kekerasan Dalam Penyidikan Komisi III DPR RI Diminta Panggil Kapolda



WANTARA, Jakarta
Menanggapi reaksi dan perkembangan di jajaran Polda Metro Jaya (PMJ), terhadap pemberitaan WANTARA, perihal tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Kompol Aris Supriono beserta anak buahnya (Tim –red) dari Unit 1 Jatanras.

Sekjen LSM GERAK John W Sijabat memberikan apresiasi dan mendukung Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Putut Eko Bayuseno. SH atas pemeriksaan Propam terhadap pelaku tindak kekerasan melibatkan Tim Unit 1 Jatanras PMJ,
hingga sekarang pihak keluarga korban telahedimintakan untuk membuat laporan guna pemeriksaan lebih lanjut.

Namun John juga menyayangkan keengganan Kapolda untuk bertemu WANTARA, untuk dimintai tanggapannya. Hal itu dikatakan John kepada WANTARA, di kantornya Sabtu (23/3) lalu.

John menuturkan, perbuatan yang dilakukan oleh oknum Polisi tersebut tergolong sadis dan brutal menyerupai peristiwa Gestok yang terkenal tidak berperikemanusiaan, sehingga perlu mendapat perhatian serius bukan saja dari Kapolda, tapi juga dari Komisi III DPR RI, selaku wakil rakyat yang telah membuat undang-undang tentang Kepolisian yang pada intinya menjadi pelayan, pengayom dan pelindung rakyat.

Hasil investigasi yang dikumpulkan LSM GERAK, kronologi kejadiannya adalah sebagai berikut, Jumat subuh 5 Oktober 2012 sekitar pukul 03.00, datang rombongan yang mengaku petugas dari PMJ ke rumah Iskandar beralamat di Perum Pesona Gading 2, blok C, Cibitung Kab. Bekasi, dan tanpa menunjukkan surat perintah, petugas tersebut meminta HP Iskandar, beberapa saat kemudian Kanit 1 Jatanras me-miscall ke HP Iskandar dan menyatakan, Iskandar terlibat perampokan di Cikarang, lalu petugas memborgolnya.

Selanjutnya petugas tersebut mempertanyakan keberadaan Andi Anderson yang nomor HP nya teregristasi di HP Iskandar. Selama di perjalanan Iskandar mendapatkan penganiayaan berupa pukulan dan dipaksa mengaku terlibat dalam perampokan, tapi tetap dijawab Iskandar tidak tahu.

Karena Andi tidak sedang berada di rumahnya, dan meski pun telah ditunggu beberapa saat, akhirnya petugas membawa istri Andi yang sedang hamil, Iin Hertiin beserta anaknya Elfira (3,5), ke Pol Pos Metland Tambun dan mereka “disandra” sebagai jaminan agar Andi Anderson menyerahkan diri.

Sekitar pukul 17.00, petugas membawa Iskandar menuju Kuningan untuk mencari Andi, mereka tiba di Kuningan esok harinya pada 6 Oktober 2012 sekitar pukul 03.00 subuh, namun Andi Anderson baru ditemukan sekitar pukul 15.00.

Setelah Andi ditangkap, kembali Iskandar mendapatkan penyiksaan dan dipaksa mengaku terlibat perampokan, namun Iskandar mengatakan, tidak tahu. Selanjutnya mereka dibawa petugas kembali menuju Jakarta.

Sumber tersebut juga kata John, menerangkan bahwa dalam perjalanan pulang di salah satu Rest Area (tempat peristirahatan) di Tol, kendaraan diberhentikan dengan alasan untuk beristirahat. Kembali Iskandar mendapat penyiksaan, tangan dijepit di pintu mobil polisi, oleh polisi Iskandar dipaksa mengaku terlibat perampokan, namun Iskandar tetap mengatakan, benar-benar tidak tahu.

Sekitar pukul 23.00, Iskandar dibawa kembali ke Pol Pos Metland Tambun, dengan mata dilakban. Iskandar ditelannjangi lalu tangannya diborgol, selanjutnya secara bergantian seluruh badan termasuk alat vital (kemaluan) Iskandar disetrum menggunakan tongkat berdaya listrik.

Esok harinya Iskandar dipertemukan dengan Andi Anderson untuk dikonfrontasi, namun keduanya tetap mengaku tidak tahu menahu tentang perampokan itu, kemudian oleh polisi keduanya (Iskandar dan Andi Anderson –red) kembali dipisahkan.

Mata Iskandar kembali dilakban, lalu disetrum, tak puas dengan jawaban tidak tahu pada saat disetrum dengan sadis para oknum Polisi tersebut menyumpal mulut dan hidung Iskandar dengan baju yang telah dibasahi air, lalu leher Iskandar dicekik sampai lemas nyaris pingsan akibat tak dapat bernafas.

Tidak hanya sampai di situ, polisi tersebut secara bergantian memukuli Iskandar menggunakan balok kayu jati, hingga Iskandar tak sadarkan diri.

Setelah siuman, Iskandar tak mampu berdiri seluruh badannya terasa sakit dan tidak bertenaga bagaikan orang berpenyakit lumpuh, dengan tangan kiri patah.

Melihat kondisi Iskandar dalam keadaan kritis, polisi yang melakukan penyiksaan mengajak Iskandar meninggalkan Pol Pos Metland Tambun, dengan alasan akan dibawa berobat ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati, ternyata Polisi membawa Iskandar ke PMJ dan menempatkannya di Sel Tahanan Unit 1 Jatanras.

Pada 8 Oktober 2012, dalam kondisi sakit Iskandar di BAP, selesai di BAP, Unit 1 Jatanras membawa Iskandar ke Sel Tahanan Bareskrim, meski sempat ditolak alasan kondisi kesehatan. Kanit 1 Jatanras PMJ, Kompol Aris Supriyono, memaksa menitipkan Iskandar di Sel tersebut, ungkap John kepada WANTARA, Sabtu (23/3/2013).

“Jika keseluruhan kronologis di atas kita simak, perbuatan para oknum Polisi PMJ tersebut tergolong berani dan sadis, karena dilakukan tanpa beban dan terang-terangan, sebagai bukti dalam kondisi yang sangat memprihatinkan, Iskandar dimasukkan ke dalam Sel Tahanan Bareskrim. Artinya, siapa pun dapat melihat kondisi Iskandar Pascapenganiayaan. Ditambah lagi pada tanggal 13 Oktober 2012, kondisi Iskandar diabadikan (difoto) tersangka lainnya di dalam Sel Tahanan tersebut menggunakan kamera hand phone (telepon genggam),” ungkapnya.

Menurut John, Komisi III DPR RI, supaya memanggil Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Putut Eko Bayuseno SH, untuk dipertanyakan mengapa kekerasan dapat terjadi di PMJ. Ditambahkan John, pihaknya mendapat informasi ada beberapa kasus kekerasan dilakukan penyidik PMJ saat melakukan pemeriksaan terhadap tersangka.

Sehigga peristawa meninggalnya tersangka Rizal Jufri yang tersangkut kasus pasal 480 KUHP bunuh diri di kamar 7 tahanan Bareskrim PMJ pada Sabtu (9/3), perlu diselidiki penyebabnya. Pasalnya, pihaknya kata John mendapatkan informasi, pada Jumat (8/3/2013) tersangka (Rizal Jufri - red) di Bon oleh Penyidik dan mendapat tindak kekerasan. (Jarliman/RAM).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar