Jumat, 21 September 2012

Kejamnya Dunia


Diskriminasi Penanganan Pengaduan di Polresta Bekasi Kabupaten
Setelah Memaafkan Pelaku Cabul, Orangtua Korban Disidik
 
Oleh : John W Sijabat, Sekjen DPP LSM GERAK

 
                Perbedaan pelayanan terhadap pencari keadilan di lembaga Kepolisian ternyata bukan  sekedar kabar semata, akan tetapi kenyataan. Faktor  kekayaan, jabatan dan pengetahuan atau SDM kerap mampu memberikan pengecualian dan sering dijadikan fasilitas dan alasan untuk merampas hak kaum lemah untuk   mendapatkan pelayanan.  
                Ironisnya, kebenaran para pihak lemah ekonomi itu, kadang terkubur atas dasar kesalahan yang dicari-cari oleh petugas di lembaga yang mengemban amanat ;  mengayomi, melindungi, dan melayani masyarakat . Sehingga hak dasar  soal keadilan yang semestinya didapatkan, hilang begitu saja tak jelas di mana rimbanya.             
Pangkat dan  jabatan bagi oknum tertentu di institusi kepolisian memungkinkan jadi wujud berpraktek curang secara leluasa mencari keuntungan  di atas penderitaan pencari keadilan lemah yang datang melapor.  Parahnya, korban justru dilaporkan dengan dasar yang belum  jelas. Ini sebagai wujud Polisi dalam menjalankan tugasnya standar ganda,  “mengais rejeki” saat menjalankan tugas.
Hal inilah yang menjadikan  sejumlah masyarakat  Indonesia, tua muda, miskin dan  kaya, enggan berurusan dengan Polisi. Sering kita dengarkan lontaran kalimat yang menyatakan, “repot berurusan dengan Polisi”.  
                Bukan maksud mendiskreditkan Polisi, tapi sekedar berpartisipasi mewujudkan lembaga Kepolisian untuk berbenah supaya masyarakat lebih mencintai Polisi secara utuh, maka  tulisan ini dibuat sebagai sumbangsih atas keberhasilan Kepolsian dalam menjaga ketertiban dan dengan terus berkomitmen menegakkan keadilan.
Tulisan ini tentu dilatarbelakangi pesan Mantan Kapolri Jendral Anton Sujarwo saat memberikan beberapa Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (PERKAP-RI) kepada penulis, “mungkin untuk bertemu Kapolri  suatu hal yang sulit, tapi dengan membaca ini, anda mengetahui keinginan Kapolri bagaimana seharusnya  anggota Polri bertindak”.  
Atas dasar Perkap pula, judul tulisan ini dibuat sebagai pengimbang realita yang terjadi khususnya di wilayah Polresta Bekasi Kabupaten, untuk dijadikan bahan pertimbangan oleh Kapolresta serta diharapkan menambah perbendaharaan pengetahuan bagi banyak pihak.
Seperti “kasus diskriminasi”  yang  dialami Sumiarsi (46) orangtua gadis cilik (7) korban cabul Lamono yang melaporkan nasib anaknya  kepada Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) lalu  diteruskan ke Unit Petugas Perlindungan Anak (PPA) kemudian menjadi terlapor di Unit Keamanan Negara (Kamneg) di Polresta Bekasi Kabupaten, juga suaminya Tabrani sang sopir angkutan umum.
Sejak melapor ke SPK, tindakan diskriminasi diakui oleh Sumiarsi  dirasakan, karena dalam    Surat Tanda Penerimaan Laporan/Pengaduan Nomor : LP/37/K/IV/SPK/Resta Bekasi, alamat Sumiarsi tidak dicantumkan sesuai dengan domisili, tempat kejadian perkara dituliskan berbeda dari lokus perkara, demikian juga pasal yang disangkakan menyimpang dari materi perkara, juga kronologis perkara dibuat seringan mungkin, diduga untuk mendukung pasal yang dikenakan kepada pelaku.
Diskriminasi lebih jauh lagi diakui Sumiarsi  ketika kelanjutan laporannya di tingkat penyidik oleh Unit PPA. Kala itu dipimpin oleh  Endang S.  Meskipun barang bukti dan saksi serta hasil visum dari Rumah Sakit Polri Kramat Jati telah lengkap, tapi, pelaku cabul Lamono Pegawai di Kementerian Keuangan RI ini  tidak kunjung diperiksa dan ditahan.  
Peristiwa itu membuat Sumiarsi harus berulangkali datang ke Polresta Bekasi Kabupaten melengkapi ragam bukti  lainnya. Merasa ada hal tak beres pada pelayanan Polisi dan terkesan diskriminatif,  Sumiarsi mengadukan nasib malangnya tersebut  ke LSM GERAK (Gerakan Rakyat Anti Korupsi), baru ada perubahan dan akhirnya Lamono ditangkap.
Diskriminasi kata Sumiarsi belum berakhir, hal itu dapat dibuktikannya setelah dia melakukan perdamaian dengan keluarga Lamono, bernama  Supama (Supomo-red). Supomo kata Sumiarsi  kepadanya dan suaminya berulangkali datang meminta tolong supaya memaafkan Lamono.  Kemudian Sumiarsi mengabulkan permohonan maaf pihak lamono melalui Supomo. Hal itu dibuktikannya dengan dibuatnya secara bersama surat pernyataan damai.
Atas pemaafan itu, kata Sumiarsi Supomo memberikan sejumlah uang sebagai ucapan terima kasih, tapi berujung kepada panggilan penyidikan dari Unit Kamneg Polresta Bekasi Kabupaten dengan   perkara penggelapan dan penipuan sebagaimana diatur dalam pasal 378 dan 372 KUHP.
Surat panggilan dalam rangka penyidikan  ditandatangani Wakasat, AKP. Suriyat SH, NRP 663010447.  Sumiarsi di surat  itu dijadikan saksi dalam perkara tindak pidana penipuan dan penggelapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 378 KUHP sub pasal 372 KUHP yang terjadi Selasa 31 Juli 2012 di Kantor LSM Tegar, atas dasar Laporan Polisi nomor : LP/852/K/VIII/2012/SPK/Resta Bks tgl 13 Agustus 2012, atas laporan Supama.
Pemanggilan  menambah diskriminasi jajaran Polresta Bekasi Kabupaten, sebab status perkara belum jelas  tapi sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan.  Hal ini bertentangan dengan Perkap RI Nomor : 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Terkait kasus ini  patut dipertanyakan kinerja Wakasat AKP Suriyat SH, yang pada uraian singkat perkara dalam surat panggilannya tidak diceriterakan bagaimana kejadian perkara dan siapa pelakunya.  Olah Tempat Kejadian Perkaranya (TKP) pun belum dilakukan.
Lalu bagaimana dalam melakukan gelar perkara tingkat awal untuk menentukan klasifikasi jenis perkara untuk selanjutnya membuat  rencana kerja penyelidikan dan penyidikan kemudian  mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada pihak Penuntut Umum (Jaksa).  
Ini bukti betapa Kejamnya dunia ini.  Niat baik Sumiarsi memaafkan perbuatan Lamono yang  mencabuli putrinya NV (7) nyaris terekayasa mulus “dijadikan tersangka” oleh oknum Polresta Bekasi Kabupaten.  
Pada sisi lain, patut dipertanyakan lanjutan dari penyidik atas laporan pengaduan Supomo apa tindakan penyidik jika ternyata laporan tersebut mengada-ada (keterangan palsu) sebagaimana diatur dalam BAB IX pasal 242 tentang laporan palsu.  Apakah yang akan dilakukan Wakasat AKP. Suriyat SH dan Kapolresta Bekasi Kabupaten ?  Menjadi pertanyaan besar.     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar