De-Sukarnoisasi Dan UBK
Oleh:
Bachrum Musa
Aktivis Pemuda Marhaennis dan Mantan
Staf Skretariat
Yayasan Pendidikan Sukarno (YPS)
Universitas Bung Karno (UBK) mulai
dipersiapkan berdirinya sekitar Maret 1983. Munculnya gagasan mendirikan UBK,
bersamaan dengan maraknya aksi-aksi De-Sukarnoisasi yang sudah berjalan sejak 1970, baik yang dilakukan oleh penguasa resmi
maupun kaum yang secara ideologis anti marhaenisme.
Puncak dari
de-Sukarnoisasi berlaku melalui operasi Prof. Nugroho Notosusanto pada 1981 dengan
melontarkan “bumerang” melalui tulisannya berjudul “Proses Perumusan Pancasila
Dasar Negara”. Pada tulisan itu, Nugro, yang saat itu menduduki jabatan Kepala
Sejarah ABRI, memastikan bahwa Bung Karno, bukan satu-sayunya penggali Pancasila.
Walaupun
Prof. Nugroho berpangat Titulir Brigadir Jendral, namun reaksi keras dari
berbagai pihak menolak keyakinan Nugroho, sehingga buku dan tulisan Nugroho, berakibat
memukul balik dirinya bagaikan “boomerang” yang membalik sasaran.
Pukulan
balik itu seakan memberi kemenangan kepada penentang Nugroho, bahkan sebagian
dari orang-orang Sukarnois menilai “operasi de-Sukarnoisasi” telah gagal. Malah
ada yang mengasumsikan penguasa akan bersikap “manis” terhadap Sukarnois-Sukarnois,
walaupun pada tahun 1983 Nugroho sudah menjadi Menteri P&K.
Untuk
membuktikan asumsi kelompok Sukarnois yang bernuansa asosiatif itu, maka
segelintir Sukarnoisme “kepala batu”
coba melontarkan proef-ballon (pengukur cuaca) ke udara. Dari proef-ballon itu akan diketahui apakah rezim penguasa masih tetap bersikap
de-Sukarnois atau sudah akomodatif terhadap ajaran Bung Karno. Apakah benar
penempatan Nugroho sebagai menteri P&K sebagai “upah” setelah dia mengaku
kalah dan salah atas perbuatan “terkutuk” menghujat almarhum Bug Karno?.
UBK Dilarang
Alumni-alumni
UGM yang ada di Jakarta, setelah mengadakan bimbingan test sejak 1982, kemudian
di awal 1983 itu, mendapat kepercayaan dari pimpinan Yayasan Pendidikan
Soekarno (YPS), merencanakan berdirinya sebuah pengguruan tinggi. Rencana
mendirikan pengguruan tinggi mendapat sambutan baik dari instansi pemerintah
yang mengelolah perguruan tinggi swasta, yakni Kopertis III. Demikian
meyakinkan sambutan dari Kopertis, sehingga rencananya perguruan tinggi
ditetapkan merupakan Universitas yang menyandang nama Bung Karno, yakni UBK.
Walaupun
sekretariat YPS numpang di Gedung Perwanas, Jl. Senopati Jakarta Selatan,
ternyata animo masyarakat untuk menyekolahkan putera-puterinya di UBK cukup
besar. Dari catatan tersisa diketahui bahwa sejumlah 3.200 mahasiswa yang sudah
membayar SPP siap menjadi peserta UBK serta 500 sarjana bersedia menjadi dosen.
Animo ini menyejajarkan asumsi bahwa rakyat tetap menaruh simpati kepada Bung
Karno, walaupun berbagai cara yang dilakukan penguasa untuk mendiskreditkan
Bung Karno.
Bahwa pihak
penguasa menyusupkan intel-intenya ke tengah UBK lewat calon mahasiswa atau calon
dosen tentulah wajar saja. Para intel ini menjalankan tugasnya denga baik, ada
yang secara bersahabat dan ada yang tertutup, namun laporan kepada komandan
mengenai UBK, pastilah berjalan dengan seksama. Tahulah penguasa bahwa di UBK
akan diajarkan paham-paham atau pikiran-pikiran Bung Karno sebelum dan sesudah
proklamasi.
Mengingat
banyaknya jumlah pendaftar calon mahasiswa, maka pimpinan UBK, terpaksa
menyaring mereka melalui testing. Testing tersebut diumumkan akan diadakan di
Balai Sidang Senayan 6 September 1983, akan tetapi pihak penguasa memblokir
gedung tersebut sehingga acara testing gagal.
Pada September itu, diumumkan lagi
kepada calon mahasiswa untuk melakukan testing di Gedung Pengguruan Rakyat,
Jalan Sudirman, pihak penguasa memblokir seluruh jalan menuju gedung. Alhasil, pimpinan YPS dan UBK mengumumkan
menerima lulus semua calon mahasiswa dan perkuliahan akan dimulai 31 Oktober di
Kampus Wisma Ciliwung, Jalan Bukit Duri Tanjakan.
Lalu apakah
yang terjadi ?, aparat keamanan menjaga jalan menuju ke Jalan
Bukit Duri Tanjakan, serta melarang setiap orang melewati jalan
tersebut. Ada beberapa calon mahasiswa yang kesal karena sudah dua kali
diblokir berupaya menembus blokade, namun aparat harus menjalankan tugasnya
walau tahu di antara calon mahasiswa itu, ada adik atu saudaranya. Beberapa calon mahasiswa kena popor bedil,
kena terjang, kena gebuk, dan diuber hingga ada yang lari hingga tercebur ke Kali
Ciliwung. (bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar