Jumat, 25 Mei 2012


Editorial

Penegakan Hukum Berstandar Ganda

Wujud tegaknya hukum di Republik ini hingga kini masih sebatas kerinduan bagi  mayoritas rakyat Indonesia. Sebagai bukti, belum satu pun lembaga penegakan hukum di negara ini dinobatkan oleh rakyatnya sebagai institusi  yang berpenghuni anak bangsa yang bersih, di mana pun itu; (Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, KPK,  Mahkamah Konstitusi, dan BPK).
Mengapa hal itu dapat terjadi? Jawabnya, karena memang anak bangsa ini belum bersih dari kontaminasi hal yang tidak tepat dan benar faktor kondisi yang masih terbagun sedemikian rupa oleh negara dan bangsa itu sendiri. Selain itu, kita telah terbiasa saling tuding menempatkan pihak lain tidak bersih dan benar tanpa terlebih dahulu bercermin diri sendiri. Dan ragam faktor lainnya, seperti para politikus yang dominan menduduki jabatan tertentu dan penentu.
 Untuk mewujudkan penegakan hukum secara benar dan berkeadilan, sejatinya tak terlepas dari figur yang menjalankannya serta orang yang didudukkan dalam institusi negara yang berwenang mengawasinya. Pastinya,  bukan dengan cara menambah institusi baru, kecuali memberikan kewenangan yang lebih baik.
Masih ditemukan di Republik ini maling meneriaki maling yang dilihatnya sedang beraksi. Penyuluh KB (Keluarga Berencana) memberikan wejangan kepada masyarakat banyak di pedesaan, kondisi mengandung (hamil) anak ke duanya. Meski tidak salah, namun lebih tepat seseorang yang bukan maling  meneriaki maling dan petugas penyuluh KB tidak sedang hamil tua. Artinya, betapa perlunya bercermin diri.
Aparat penegak hukum dalam menjalankan tugas negara yang diembannya di lapangan, kerap masih standar ganda. Mereka benar mengusut pelaku kejahatan dimaksud hingga menghadapkannya ke meja persidangan. Namun, pada kenyataannya para pelaku itu tidak secara keseluruhan yang ditindak, dominan hanya  yang  di hilir (kelas teri), sementara pelaku di hulu, didiamkan menunggu kemudian ada celah kepentingan untuk itu atau sudah tidak lagi berjalan (lancar) kepentingan.
Contoh pola standar ganda seperti ini dapat di tilik terhadap kinerja Kepolisian dalam penanganan kasus pelanggaran hukum perjudian sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 303 pada judi togel (toto gelap) yang kini marak beredar di tengah masyarakat.
Polisi di lapangan terkait penanganan kasus ini kerap menanti reaksi miring masyarakat luas kemudian baru bertindak. Itu pun masih tebang pilih alias bandar pemberi upeti (uang) acap kali lolos bahkan mendapat bocoran akan ada rajia.
 Maka tak mengherankan bila Tim  Polda Metro Jaya, yang turun ke Bekasi, baru lalu, meringkus tiga pelaku judi togel dari Kelurahan Duren Jaya, Kota Bekasi, berinisial; M Siregar, M Sid, dan Man) disebutkan faktor persaingan antar bandar di Bekasi. (*) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar