Editorial
Penegakan Hukum
Berstandar Ganda
Wujud tegaknya hukum di Republik ini
hingga kini masih sebatas kerinduan bagi
mayoritas rakyat Indonesia. Sebagai bukti, belum satu pun lembaga
penegakan hukum di negara ini dinobatkan oleh rakyatnya sebagai institusi yang berpenghuni anak bangsa yang bersih, di
mana pun itu; (Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, KPK, Mahkamah Konstitusi, dan BPK).
Mengapa hal itu dapat terjadi?
Jawabnya, karena memang anak bangsa ini belum bersih dari kontaminasi hal yang
tidak tepat dan benar faktor kondisi yang masih terbagun sedemikian rupa oleh
negara dan bangsa itu sendiri. Selain itu, kita telah terbiasa saling tuding
menempatkan pihak lain tidak bersih dan benar tanpa terlebih dahulu bercermin
diri sendiri. Dan ragam faktor lainnya, seperti para politikus yang dominan
menduduki jabatan tertentu dan penentu.
Untuk mewujudkan penegakan hukum secara benar
dan berkeadilan, sejatinya tak terlepas dari figur yang menjalankannya serta
orang yang didudukkan dalam institusi negara yang berwenang mengawasinya.
Pastinya, bukan dengan cara menambah
institusi baru, kecuali memberikan kewenangan yang lebih baik.
Masih ditemukan di Republik ini
maling meneriaki maling yang dilihatnya sedang beraksi. Penyuluh KB (Keluarga
Berencana) memberikan wejangan kepada masyarakat banyak di pedesaan, kondisi
mengandung (hamil) anak ke duanya. Meski tidak salah, namun lebih tepat
seseorang yang bukan maling meneriaki
maling dan petugas penyuluh KB tidak sedang hamil tua. Artinya, betapa perlunya
bercermin diri.
Aparat penegak hukum dalam
menjalankan tugas negara yang diembannya di lapangan, kerap masih standar
ganda. Mereka benar mengusut pelaku kejahatan dimaksud hingga menghadapkannya
ke meja persidangan. Namun, pada kenyataannya para pelaku itu tidak secara
keseluruhan yang ditindak, dominan hanya
yang di hilir (kelas teri),
sementara pelaku di hulu, didiamkan menunggu kemudian ada celah kepentingan
untuk itu atau sudah tidak lagi berjalan (lancar) kepentingan.
Contoh pola standar ganda seperti ini
dapat di tilik terhadap kinerja Kepolisian dalam penanganan kasus pelanggaran
hukum perjudian sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP) pasal 303 pada judi togel (toto gelap) yang kini marak beredar di tengah
masyarakat.
Polisi di lapangan terkait penanganan
kasus ini kerap menanti reaksi miring masyarakat luas kemudian baru bertindak.
Itu pun masih tebang pilih alias bandar pemberi upeti (uang) acap kali lolos
bahkan mendapat bocoran akan ada rajia.
Maka tak mengherankan bila Tim Polda Metro Jaya, yang turun ke Bekasi, baru
lalu, meringkus tiga pelaku judi togel dari Kelurahan Duren Jaya, Kota Bekasi,
berinisial; M Siregar, M Sid, dan Man) disebutkan faktor persaingan antar bandar
di Bekasi. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar