Selasa, 08 Mei 2012

Hukum Dan Kepolisian


Terkait Penurunan Personil Bersenjata Laras Panjang Di Lokasi Sengketa Tanah
Sekjen LSM GERAK Jhon WS Tuding Irwasim  Mabes Polri Tak Berfungsi
 
Pasukan bersenjata Laras Panjang menangkap pekerja di Gudang ex Kilang Padi Cibeo Kec. Pabayuran.

WANTARA,Bekasi
            TERJADI pemandangan tak sedap dipertontonkan anggota kepolisian dari  Polreta Bekasi Kabupaten, dalam menjalankan tugasnya sebagai pengayom, pelindung, dan pelayan masyarakat pada sengketa kepemilikan lahan di Desa Kerta Sari, Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi, pada Selasa (3/4/012) lalu. Terkesan standar ganda berpihak kepada salah satu  pihak yang beperkara dengan cara menurunkan puluhan personil lengkap bersenjata laras panjang. Demikian Sekretaris Jenderal LSM GERAK (Gerakan Rakyat Anti Korupsi) Jhon WS kepada WANTARA, di kantornya, Senin (7/5).  
            Menurut Jhon WS penurunan pasukan itu guna menangkap pekerja yang tengah membongkar Gudang eks kilang padi Cibeo di Pabayuran, yang disuruh oleh ahli waris pemilik tanah bernama Gouw Kim Lay alias Otong. Padahal, kegiatan yang dilakukan pihak pemilik (Gouw Kim Lay) sudah dilaporkan kepada; Kepala Desa Kerta Sari, Camat Pebayuran, Dan Ramil, Kapolsek Pebayuran, Kapolres Bekasi Kabupaten , hingga ke Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) Mabes Polri,  Komjen Pol Jusuf Manggabarani melalui surat nomor : 47/DPP/-GERAK/LP/K/III/2012.
Namun, tetap saja tidak menghalagi pihak Polresta Bekasi Kabupaten, untuk  tetap menangkap  para pekerja meski tanpa surat resmi. Jhon WS menuding Irwasum Mabes Polri tak berfungsi.
Menurut Jhon WS,  pemasangan garis Polisi oleh Polresta Kabupaten  Bekasi, telah dilaporkan ke Irwasum Mabes Polri diduga bertentangan dengan undang-undang (UU) yang berlaku, baik KUHAP, UU No. 2 tentang Kepolisian maupun Peraturan Kapolri No. 12 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian.
            Penurunan pasukan bersenjata laras panjang dalam sengketa lahan  bertentangan dengan Peraturan Kapolri. Karena sengketa lahan merupakan perkara perdata sehingga Kepolisian hanya sebagai pengamanan. Penangkapan dan penyitaan barang-barang milik CV Nayung Sari juga tidak dilengkapi surat perintah dan Izin Kertua Pengadilan tidak ada, juga   tidak ada diterbitkan surat (bukti) penyitaan. Tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum atau undang-undang,” tuturnya.
            Ditambahkannya, Irwasum terkait kasus ini harus segera turun tangan dengan alasan telah terjadi keberpihakan pihak Polresta Bekasi Kabupaten, terhadap salah satu pihak beperkara bahkan menjurus kepada tindak “provokasi”. Selain dugaan provokasi, penangkapan juga terindikasi sebagai upaya fasilitasi pihak bersengketa (lawannya Gouw Kim Lay) agar dapat menguasai lahan sengketa tersebut. Hal ini terbukti dengan pencurian papan nama milik Gouw Tjeng Po (orangtua Gou Kim Lay/Pemilik) saat para pekerja diamankan di Mapolres Bekasi Kabupaten.
            Bukti keberpihakan dan dugaan provokasi menjadi semakin jelas manakala pihak lawan Gouw Kim Lay kemudian menguasai lahan itu dengan menggunakan preman dari etnis tertentu.
Seorang warga yang miminta namanya tidak dikorankan kepada WANTARA menuturkan, keberpihakan Polisi kepada pihak Acong diduga bukan karena kebenaran melainkan  upaya cari aman.  Sebab, kantor Polsek Pabayuran juga  menempati lahan yang belum jelas kepemilikannya. “Jadi wajarlah pihak Kepolisian berpihak kepada Acong,” tutur sumber.  
           
Sumber juga menngungkapkan  kekhawatirannya bakal akan terjadi perkelahian antara pihak-pihak yang bersengketa. “Untunglah LSM yang mendampingi ahli waris lalu berkenan mengalah demi kepentingan masyarakat banyak.
Informasi kasus lainnya juga diterangkan sumber WANTARA yaitu  penyitaan kendaraan dan surat-surat tanpa ada bukti surat tanda terima barang sitaaan. “Untuk mengeluarkan truk Colt Diesel yang ditahan Unit Harda Polresta Kabupaten Bekasi, mereka harus merogo kocek sebesar Rp.6 juta. (R1).
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar