Jumat, 25 Mei 2012


Terkait Penembakan 2 Tersangka Curanmor
Aparat Polsek Tambun Dituding Hilangkan Hak Hidup Masyarakat

Keterangan foto : lokasi penangkapan Ilan alias Gepeng (kiri).  Mayat Ilan (kanan)

WANTARA, Bekasi
Kasus kematian dua tersangka pencurian kendaraan bermotor (curanmor) Nuryasin dan Ilan alias Gepeng yang ditembak aparat Kepolisian Sektor (Polsek) Tambun, terendus kabar menyebutkan terencana. Kini kasusnya mendapat perhatian dari aktivis masyarakat yang tergabung dalam LSM-GERAK (Gerakan Rakyat Anti Korupsi).  
                Menurut Sekertaris Jenderal (Sekjen) LSM GERAK, John WS kepada WANTARA, pada Rabu (15/4), di Kompolnas, pihaknya mendapat pengaduan dari keluarga dan masyarakat menyatakan,  Ilan ditangkap oleh 5 orang Polisi berpakaian preman kondisi (sedang) tidur di atas kasur, di depan rumah di Desa Mengun Jaya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Kamis (12/4) pukul 07.30 wib tanpa perlawanan sedikit pun. Kemudian dibawa tak jelas ke mana. Sebagai bukti, pihak keluarga hingga kematian Ilan tidak kunjung mendapatkan informasi apalagi pemberitahuan kasusnya (surat penangkapan) sebagaimana mestinya kewajiban pihak penegak hukum atau Kepolisian.
                Lebih jauh John menuturkan, setelah beberapa hari Ilan dibawa oleh Polsek Tambun, kami kemudian mendapat keterangan dari  warga  menyebutkan, Ilan dan Nuryasin sempat diturunkan di salah satu hotel di wilayah Tambun, seterusnya setelah warga melakukan pencarian ke berbagai desa dan kota di Bekasi, serta sejumlah kantor kepolisian, kemudian diketahui Ilan dan Nuryasin telah meninggal dan berada di Rumah Sakit (RS) Polri Kramat Jati, Jakarta. Ironisnya, saat berada di RS Polri, pihak kelurga mengatakan tidak diperbolehkan melihat mayat ke dua korban tanpa alasan.
                Atas dasar pengakuan dari keluarga dan masyarakat yang datang mengadu kepada kami, maka kasus ini kami bawakan kepada Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Komisi Hak Asasi Manusia (Komnasham), dengan harapan kelak dapat terungkap motif yang sebanarnya ada di balik penembakan terhadap ke dua korban. 
“Sebelumnya LSM GERAK terkait kasus ini sudah melayangkan surat bernomor : 52/DPP-GERAK/LP/IV/12, pada 27 April 2012 lalu. Kami duga korban terlebih dahulu mendapat siksaan fisik sebelum kematiannya. Penembakan yang dilakukan diduga untuk menciptakan alibi seolah-olah tersangka melakukan perlawanan serta membahayakan petugas,” tegas aktivis itu sambil berharap Kompolnas dan Komnas Ham serta Mabes Polri segera turun tangan memeriksa dan melakukan rekonstruksi ke lapangan.
  Hingga berita ini diturunkan Kapolsek Tambun, Andri Ananta Yudihstira,Sik belum dapat dikonfirmasi. Demikian halnya surat Redaksi WANTARA bernomor : 35/PR-/MWN/K/IV/2012  pada 18 April 2012 lalu, juga tidak dijawab. (R1)

Ekses Pengaduan LSM GERAK Ke Itwasum
Propam Mabes Polri Turun Ke Bekasi  Selidiki Kasusnya
 
 
WANTARA, Bekasi 
           Dua anggota Propam Mabes Polri pada Rabu (15/5), mengunjungi kantor LSM GERAK (Gerakan Rakyat Anti Korupsi) dan Redaksi Media Warta Nusantara. Kedatangan anggota Polri itu berdasarkan pengakuan keduanya terkait laporan LSM GERAK Bernomor : 47/DPP/GERAK/LP/K/III/2012 ke Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Mabes Polri, tertanggal 22 Maret 2012 lalu.
       Saat berada di kantor pegiat antikorupsi dan sosial ini, Redaksi Media Warta Nusantara (WANTARA) mencoba meminta persetujuan anggota Polri tersebut untuk dipotret, namun dijawab, “tidak perlu dulu dipotret. Cukup saja disebutkan tim dari Propam Mabes Polri. Kami datang atas perintah pimpinan guna melakukan penyelidikan. Mohon maaf atas keterlambatan kami merespon surat yang dilayangkan,” terangnya santun.
         Sebagaimana pemberitaan yang dilansir media ini pada edisi sebelumnya pihak LSM GERAK menuturkan, Polresta Bekasi Kabupaten dalam menjalankan tugasnya terkesan tidak netral alias berpihak kepada salah satu kubu yang beperkara. Bukan hanya itu, LSM GERAK bahkan menuding Itwasum Polri tak berfungsi (baca Warta Nusantara (WANTARA) edisi 12 Tahun I/08-22 Mei 2012).             
             Jhon WS selaku Sekjen LSM GERAK kepada WANTARA dalam sejumlah kesempatan menyatakan, penurunan personil polisi lengkap bersenjatakan laras panjang  oleh Polresta Bekasi Kabuptaen, sangat merugikan pihaknya yang mengklaim selaku pemilik sah tanah berlokasi di Desa Kerta Sari, Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi.
            Jhon menegaskan, kedatangan polisi kala itu untuk menangkapi pihaknya yang tengah membongkar Gudang Bekas Gilingan Padi Cibeo yang kondisi terancam rubuh. Terkait kegiatan ini dituturkan oleh Jhon pihaknya sebelumnya sudah melaporkan (menyurati) berbagai pihak seperti; Kepala Desa Kerta Sari, Camat Pebayuran, Dan Ramil Pebayuran, Kapolsek Pebayuran, Kapolres Bekasi Kabupaten, Inspektorat Pengawasan Umun Mabes Polri dengan surat bernomor : 47/DPP/GERAK/LP/K/III/2012.
            Ketika hal ini dikonfirmasi kepada Kapolres Bekasi Kabupaten, Kombes Pol Wahyu Hadiningrat melalui hand phone (telepon genggam) di nomor 081762XXXX Kamis (17/5), mengatakan, supaya menanyakannya kepada Kasat Reskrim. Sementara Kasat Reskrim Dedy Murti dalam pembicaraan dengan redaksi WANTARA, juga melalui HP Kamis (17/5), menerangkan telah menjalankan tugas sesuai dengan presedur.
 “Ada laporan yang kita terima dari pemilik tanah tentang pencurian. Atas dasar itu kita turun ke lokasi. Kalau pun ada pihak yang menyatakan polisi berpihak kepada salah satu yang beperkara itu tidak benar. Kita menjalankan tugas sudah sesuai prosedural,” jawabnya.
            Namun, ketika kepada Kasat Reskrim Polresta Bekasi Kabupaten, ini  ditanyakan versi LSM GERAK yang sebelumnya katanya sudah menyurati kepolisian tersebut terkait aktivitas pembongkaran gedung yang juga diklaim miliknya, Dedy Murti menjawab, tidak tahu.
            Dua kubuh saling mengklaim sebagai pemilik tanah. Mereka adalah Gouw Kim Lay alias Otong (selaku ahli waris dari Gouw Tjeng Po) berdasarkan bukti Egindom Vervonding dan Budi Lesmana alias Acong katanya telah memiliki sertifikat dalam obyek tanah yang sama berlokasi di Desa Kerta Sari.
Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun Tim Redaksi WANTARA di wilayah Bekasi, menyebutkan, kasus kepemilikan tanah merupakan hal dilematis di wilayah Kabupaten Bekasi. Ditemukan proses penerbitan sertifikat  tanah sarat kepentingan oknum tertentu yang di dalam pengurusannya melibatkan mafia atau penjahat. (R1)