Minggu, 10 Juni 2012

Polhukam


Kepribadian yang Kuat, Cerdas dan Visioner Untuk DKI 1

                                                              Oleh : AM.ARIEFUL.ZA

JAKARTA, merupakan Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengemban fungsi sebagai pusat semua kegiatan administarsi negara, pusat kegiatan ekonomi dan informasi. Hampir semua bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, mulai dari sosial budaya, ekonomi, politik, pertahanan, keamanan nasional, memaksa mayoritas warga yang ada di Jakarta, harus ikut dan terlibat dari semua aspek kehidupan sebuah kota metropolitan yang disebut Jakarta.
Sama halnya dengan kapasitas yang harus dimiliki oleh seorang gubernur yang akan memimpin Jakarta. Selain memiliki sikap sebagai warga ibu kota negara, juga memiliki wawasan kebangsaan yang baik. Karna Jakarta, adalah Indonesia mini, tempat berkumpulnya semua macam budaya, adat, tradisi, bahasa, dan berbaurnya suku-suku bangsa baik dalam lingkup nasional juga regional, bahkan budaya antarbangsa.
            Sikap cerdas dan cermat untuk membangun serta melaksanakan visi-misi (Visioner) seorang pemimpin memang suatu yang mutlak diperlukan untuk memimpin Jakarta. Karena Jakarta, adalah suatu kota yang multi kompleks dari berbagai segi, sikap seperti ini senantiasa terlihat dari setiap gubernur yang pernah memimpin Jakarta, diawali dari zaman penjajahan Belanda.
             Zaman Bungkarno yang disebut orde lama, zaman Soekarno dengan orde barunya  hingga zaman reformasi sekarang ini. Wawasan visioner yang dilaksanakan oleh pemerintah kolonialisme Belanda, terhadap Batavia yang saat ini berganti Jakarta, dapat terlihat dengan pembangunan infrastruktur ibu kota, terencana dalam menata perkotaan, gedung-gedung perkantoran di kota tua, pusat pemerintahan di Istana Merdeka, Rumah Dinas Gubernur, Jenderal Hindia Belanda, yang sekarang menjadi Istana Presiden Republik Indonesia, pembangunan setu (danau-danau) sebagai resapan air, dan pembangunan sarana transportasi berupa stasiun senteral kereta api di daerah kota yang lebih dikenal stasiun beos (bus). Semua pembangunan kota itu, menunjukan, bahwa pembangunan kota Jakarta, semua berdasarkan pada Master plan yang dapat berlaku hingga berabad-abad dan dapat berguna hingga sekarang ini.
            Tercatat dalam sejarah Pemerintahan Jakarta, sudah 12 gubernur yang pernah memimpin kota ini, sejak tahun 1945, Jakarta dipimpin gubernur pertama oleh Suwiryo  (1945-1947, 1950-1951) dan kedua Sjamsuridja (1951-1953). Dan Sudiro (1953-1960) sebagai gubernur Jakarta, yang ke tiga, ke empat Soemarno Sosroatmodjo (1960-1964, 1965-1966) dan Henk Ngatatung (1964-1965) gubernur ke lima , ke enam Ali Sadikin (1966-1977) ke tujuh, Tjokropranolo (1977-1982) ke delapan, Suprapto (1982-1987), ke Sembilan, Wiyogo Atmodarminto (1982-1992) ke sepuluh Surjadi soedirja (1992-1997) ke sebelas, Sutioso (1997-200, 2002-2007) ke dua belas Fauzi bowo (2007-2012).
            Sebagai mana sudah 12 gubernur yang pernah memimpin Jakarta, sejak tahun 1945 hingga 2012 masing-masing telah mencatatkan prestasinya dalam memimpin DKI Jakarta ini, tentu bagi calon-calon gubernur dan wakil gubernur yang saat ini sedang berlomba adu kecerdasan, program serta janji politik untuk menuju Jakarta lebih baik, adalah program-program yang pro (berpihak) kepada rakyat.
Seluruh elemen dan lapisan warga Jakarata, tentu tidak ingin pemimpin yang menjadikan Jakarta, sebagai ajang uji coba teori pembangunan perkotaan, atau menjadikan Jakarta, sebagai kota tempat hidupnya kalangan primordialisme atau pun menjadikan Jakarta, hanya milik segolongan orang, dan menjadikan jabatan gubernur sebagai tempat mengeruk harta kekayaan serta menjadikan Jakarta, hanya sebagai upaya pemenuhan kepentingan individu dan kekuasaan.
Tetapi Jakarta, adalah sebuah kota internasional metropolitan yang dapat disejajarkan dengan berbagai kota besar di dunia, seperti New York, Paris, Amsterdam, serta kota metropolitan lainnya yang ada di dunia. Oleh karna itu, seorang gubernur Jakarta, harus seorang pribadi yang kuat, cerdas, dan visional yang dapat menjawab permasalahan yang ada di Jakarta, mulai dari banjir, macet, dan keamanan, pendidikan, politik, sosial budaya, dan sebagainya.
Dari enam pasangan calon gubernur DKI Jakarta, masing-masing tentu telah merancang berbagai program andalan dalam mempromosikan dirinya agar dipilih warga DKI Jakarta, dalam pemilu kepala daerah 10 juli 2012 mendatang, pasangan Fauzi Bowo – Nachrowi Ramli, memiliki misi yang hampir sama dengan pasangan Alex Noerdin – Nono Sampono, yang  mana akan membebaskan biaya SPP bagi murid-murid dari SD sampai SMA, sedangkan Alex Noerdin – Nono sampono, tidak hanya SD sampai SMA, namun juga murid Madarasya sejak Ibtidaiyah, Tsanawiyah, sampai Aliya.
 Pasangan Joko Widodo – Basuki Tjhaya Purnama, memiliki misi dengan pendekatan kepada masyarakat wong cilik, sedangkan pasangan Hidayat Nurwahid – Didik J. Rachbini, lebih kepada para pedagang kaki lima, serta latar belakang Didik J. yang sebagai pengamat ekonomi dan direktur pasca sarjana untuk mendongkrak suara pasangan tersebut, sedangkan pasangan Faisal Basri – Biem Benyamin, berpendapat bahwa Jakarta, dibangun berdasarkan tata ruang bukan tata uang.
Karena membangun dengan tata ruang yang semestinya akan membuat keberhasilan membangun Jakarta. Sedangkan pasangan Hendarji Supandji -  Ahmad Riza, tak banyak memplublikasikan visi dan misinya dalam strategis berkampanye pilihan gubernur yang akan dating.  Mampukah para pasangan cagub – cawagub merebut hati masyarakat Jakarta, untuk menuju Jakarta lebih baik? Kita tunggu kompetisi para kandidat 11 Juli 2012 yang akan datang.
            Dan semoga warga Jakarta, mulai peka dan bijak dalam menentukan pemimpin Jakarta mendatang. Jakarta yang terlepas dari masalah banjir, kemacetan lalu lintas dan Jakarta aman. (Penulis adalah wartawan Koran Warta Nusantara. Bertempat tinggal di Jakarta).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar